A.
Pengertian
Bilingualisme dan Multingualisme
Istilah
bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut
juga kedwibahasaan. Secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang
dimaksud bilingualisme itu, yakni berkenaan dengan penggunaan dua
bahasa atau dua kode bahasa. Dalam perspektif sosiolinguistik,
bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalalm pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai
kedua bahasa itu. Pertama adalah bahasa ibu atau bahasa pertamanya
(disingkat B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa
keduanya (disingkat B2).
Orang yang bisa
menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual
(dalam bahasa Indonesia disebut dwibahasawan).
Sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut
bilingualitas
(dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasawanan).
[1]
Jika kita perhatikan
hubungan logika antara bilingualisme dan bilingualitas, maka akan
dapat dimengerti bahwa tidak semua yang memiliki “bilingulitas”
akan mempraktikkan “bilingualisme” dalam kehidupan
sehari-harinya, sebab hal ini tergantung pada situasi kebahasaan di
lingkungannya. Namun, dapat pula kita pahami bahwa seseorang tidak
akan dapat mempraktikkan “bilingualisme” tanpa memiliki
“bilingualitas”. Singkatnya, bilingualisme berimplikasi pada
bilingualitas.
Selain istilah
bilingualisme,
terdapat juga istilah multingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut
juga keanekabahasaan) yakni keadaan digunakannya lebih dari dua
bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara
bergantian.[2]
Multilingualisme ini juga dapat dikatakan yaitu kemampuan untuk
bertutur atau menggunakan banyak bahasa. Negara yang biasanya memakai
multilingualisme ini misalnya China dengan menggunakan bahasa
Mandarin, Teochew dan hokkian.
A.
Pengertian
Diglosia
Jika dalam bahasa
Indonesia hanya terdapat satu ragam baku, maka dalam bahasa tertentu
ditemukan situasi yang berbeda yang di dalamnya terdapat dua ragam
baku yang sama-sama diakui dan dihormati. Hal tersebut biasa disebut
sebagai diglosia. Diglosia adalah sejenis pembakuan bahasa yang
khusus ketika dua ragam bahasa berada berdampingan di dalam
keseluruhan masyarakat bahasa dan masing-masing ragam bahasa itu
diberi fungsi sosial tertentu. Pembahasan diglosia berkenaan dengan
pemakaian ragam bahasa rendah (ditandai dengan R) dan ragam bahasa
tinggi (ditandai dengan T) dalam suatu kelompok masyarakat.
Ciri-ciri situasi
diglosia yang paling penting adalah pengkhususan fungsi masing-masing
ragam bahasa. Ragam bahasa tinggi khusus digunakan dalam
situasi-situasi formal seperti kegiatan keagamaan, pidato-pidato,
kuliah, siaran berita, atau pada tajuk rencana dalam surat kabar.
Sebaliknya, ragam bahasa rendah biasa digunakan dalam situasi-situasi
santai seperti percakapan sehari-hari dalam keluarga, antara teman,
cerita bersambung dalam radio, atau dalam sastra rakyat.
Dalam situasi
diglosia akan kita jumpai adanya tingkat-tingkat bahasa dalam
beberapa bahasa daerah di Indonesia, seperti bahasa Jawa, Sunda,
Bali, Madura, yang masing-masing mempunyai nama. Dalam masyarakat
Sunda dikenal undak
usuk basa,
di dalamnya terdapat aturan tata bahasa yang mengatur tingkatan ragam
bahasa rendah dan ragam bahasa tinggi seperti basa
cohag (ragam
kasar), basa
loma
(ragam untuk sesama), basa
sedeng
(ragam sedang atau tengah), basa
lemes
(ragam halus). Di Jawa terdapat bahasa ngoko
(tingkat paling rendah), krama
(tengah),
krama
inggil
(tingkat tinggi). Keduanya mempunyai ukuran baku masing-masing dan
diakui oleh masyarakat pemakainya.[3]
Ragam-ragam tersebut
menduduki fungsi sosial, walaupun sekarang fungsi sosial tersebut
sulit dicari. Dahulu, ragam bahasa seperti dalam bahasa Sunda dan
bahasa Jawa benar-benar digunakan sesuai dengan tingkatan sosial
masyarakatnya juga sesuai situasi. Dalam bahasa Jawa misalnya, krama
inggil dipakai
untuk sastra (termasuk tembang), sedangkan untuk percakapan
sehari-hari menggunakan bahasa ngoko.
Begitu juga dalam bahasa Sunda, ketika seorang anak berbicara dengan
seorang guru tidak bisa menggunakan bahasa loma,
tetapi harus menggunakan bahasa lemes.
Namun, sekarang hal tersebut sulit sekali untuk dicari.
Pemakaian suatu
ragam dalam bahasa-bahasa daerah itu bukan didasarkakn atas topik
pembicaraan, melainkan oleh siapa (golongan atau kelas) dan untuk
siapa. Dalam masayarakat Bali, terdapat kasta-kasta dalam
masyarakatnya, ada suatu aturan pemakaian ragam bahasa. Misalnya,
kasta rendah harus menggunakan bahasa rendah untuk sesamanya dan
bahasa tinggi untuk kasta yang lebih tinggi.
Namun, menurut
Fishman dan Sumarsono, pengertian diglosia seperti telah dibahas di
atas merupakan teori yang sudah dianggap klasik. Jika menurut
Ferguson, diglosia itu mengacu kepada kondisi ‘dua
ragam dalam satu bahasa hidup berdampingan dalam guyup bahasa, dan
masing-masing ragam itu mempunyai peran atau fungsi tertentu’,
maka Fishman mengembangkan gagasan peran atau fungsi itu ke wilayah
yang lebih luas. Menurutnya, diglosia adalah obyek sosiolinguistik
yang mengacu kepada pendistribusian lebih dari satu ragam bahasa atau
bahasa yang mempunyai tugas-tugas komunikasi berbeda dalam suatu
masyarakat. Fishman mengacu kepada perbedaan linguistik, bagaimanapun
bentuk dan wujudnya, mulai dari perbedaan gaya dalam satu bahasa
sampai kepada penggunaan dua bahasa yang sangat berbeda. Menurut
Fishman, yang penting dalam hal ini adalah masing-masing ragam itu
mempunyai fungsi yang berbeda dan dalam ranah yang berbeda pula.[4]
Dicontohkan
Sumarsono, di sebuah kota besar di Indonesia terdapat beberapa suku
bangsa dengan bahasa daerah masing-masing di samping bahasa
Indonesia. Menurut Sumarsono, fungsi bahasa daerah berbeda dengan
bahasa Indonesia dan masing-masing mempunyai ranah yang berbeda pula.
Bahasa daerah membangun suasana kekeluargaan, keakraban, kesantaian,
dan dipakai dalam ranah kerumahtanggaan, ketetanggaan, dan kekariban,
sedangkan bahasa Indonesia membangun suasana formal, resmi,
kenasionalan, dan dipakai misalnya dalam ranah persekolahan (sebagai
bahasa pengantar), ranah kerja (bahasa resmi dalam rapat), dan dalam
ranah keagamaan (khotbah).[5]
B.
Hubungan
Bilingualisme dan Diglosia
Hubungan
bilingualisme dan diglosia lebih jelasnya, apabila diglosia diartikan
sebagai pembedaan fungsi atas penggunaan bahasa (terutama fungsi T
dan R), sedangkan bilingualisme adalah keadaan penggunaan dua bahasa
secara bergantian dalam masyarakat. Maka Fishman membaginya sebagai
berikut:
1.
Bilingualisme
dan diglosia
Di dalam masyarakat
yang dikarekterisasikan sebagai masyarakat yang bilingualisme dan
diglosia, hampir setiap orang mengetahui ragam atau bahasa T dan
ragam atau bahasa R. kedua ragam atau bahasa itu akan digunakan
menurut fungsinya masing-masing, yang tidak dapat dipertukarkan.
2.
Bilingualisme
tanpa diglosia
Dalam masyarakat
yang bilingualis tetapi tidak diglosis terdapat sejumlah individu
yang bilingual, namun mereka tidak membatasi penggunaan bahasa untuk
satu situasi dan bahasa yang lain untuk situasi yang lain pula. Jadi,
mereka dapat menggunakan bahasa yang manapun untuk situasi dan tujuan
apapun.
3.
Diglosia
tanpa bilingualisme
Di dalam masyarakat
yang berdiri diglosia tapi tanpa bilingualismre terdapat dua kelompok
penutur. Kelompok pertama yang biasanya lebih kecil, merupakan
kelompok ruling group yang hanya biara dalam bahasa T. sedangkan
kelompom kedua yang biasanya lebih besar, tidak memiliki kekuasaan
dalam masyarakat, hanya berbiara bahasa R. situasi diglosia tanpa
bilingualisme banyak kita jumpai di Eropa sebelum perang dunia
pertama.
4.
Tidak
bilingualisme dan tidak diglosia
Masyarakat yang
tidak diglosia dan tidak bilingual tentunya hanya ada satu bahasa dan
tanpa variasi serta dapat digunakan untuk segala tujuan. Keadaan ini
hanya mugnkin ada dalam masyarakat primitive atau terpencil, yang
dewasa ini tentunya sukar ditemukan. Masyarakat yang tidak diglosia
dan bilingual ini akan mencair apabila telah bersentuhan dengan
masyarakat lain.
TRAUMA DENGAN AGENT POKER YANG NGAKU NYA TERPECAYA ?ATAU TAKUT BANGKRUT AKIBAT BANYAK MODAL YANG DI KELUAR KAN ?
BalasHapusHANYA S1288POKER SOLUSI NYA UNTUK MASALAH ANDA YUK SEGERA GABUNG DI S1288POKER AGENT POKER TERPECAYA DI INDONESIA NGAK YAKIN?
BISA BUKTIKAN SENDIRI KOK S1288POKER NGAK AKAN MEMBUAT ANDA MENYESAL UNTUK BERMAIN DI S1288POKER. (PIN BBM: 7AC8D76B)