PENGEMBANGAN KOMPONEN KURIKULUM
A. Komponen-komponen Kurikulum
Zeis memandang bahwa pengembangan kurikulum
harus dimulai dengan menentukan landasan atau azas-azas pengembangannya sebagai
fondasinya, selanjutnya mengembangkan komponen-komponen kurikulum. Pengembangan
komponen-komponen inilah yang kemudian membentuk sistem kurikulum. Sistem
adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan. Kurikulum
merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu.
Bagan diatas ini
menggambarkan bahwa system kurikulum terbentuk oleh 4 komponen yaitu, komponen
tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi pencapaian tujuan, dan komponen
evaluasi. Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan.
Dalam skala makro rumusan tujuan kurikulum erat hubungannya dengan filsafat
atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan
suatu masyarakat yang dicita-citakan. Isi kurikulum merupakan komponen yang
berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum
itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi
pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang
diberikan maupun aktifitas dan kegiatan siswa.
Strategi berkaitan dengan
upaya yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan. Strategi yang
ditetapkan dapat berupa strategi yang menempatkan siswa sebagai pusat dari
setiap kegiatan, ataupun sebaliknya. Strategi yang berpusat kepada siswa biasa
dinamakan student centered; sedangkan stategi yang berpusat pada guru dinamakan
teacher centered. Stategi yang bagaimana yang dapat digunakan sangat tergantung
kepada tujuan dan materi kurikulum.
Evaluasi merupakan komponen
untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi
dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan bagai umpan balik dalam perbaikan
strategi yang ditetapkan.[1]
B. Pengembangan tujuan kurikulum
Dalam kerangka dasar
kurikulum, tujuan memiliki peranan yang sangat
penting dan strategis,karena akan mengarahkan dan mempengaruhi
komponen-komponen kurikulum lainnya. Untuk memahami komponen tujuan ini secara
komprehentif, perlu diketahui terlebih dahulu hierarki tujuan tersebut, berarti
tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan yang menduduki posisi yang paling
tinggi, sehingga menjadi “payung” bagi tujuan-tujuan di bawahnya. Dalam
penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum
menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa
dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau falsafah negara,
karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara.[2]
Kurikulum menurut
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran
serta cara yang digunakann sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Ini berarti kurikulum adalah konsep yang bertujuan.
Ada beberapa alasan mengapa
tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum. Pertama, tujuan erat kaitannya
dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya pendidikan.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan demikian
perumusaan tujuan merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam sebuah
kurikulum.
Kedua, melalui tujuan yang
jelas, maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mendesain model
kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain sistem
pembelajaran. Artinya, dengan ttujuan yang jelas dapat memberikan arahan kepada
guru dalam menentukan bahan atau materi yang harus dipelajari, menentukan
metode dan strategi pembelajaran, menentukan alat, media, dan sumber
pembelajaran, serta merancang alat evaluasi untuk menentukan keberhasilan
belajar siswa.
Ketiga, tujuan kurikulum jelas dapat digunakan sebagai kontrol
dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan
tujuan, para pengembang kurikulum termasuk guru dapat mengontrol sampai mana
siswa telah memperoleh kemampuan-kemampuan sesuai tujuan dan tuntutan kurikulum
yang berlaku.
1. Klasifikasi Tujuan
Menurut Bloom, dalam bukunya Taxonomy
of Educational Objectives yang terbit pada tahun 1965, bentuk perilaku
sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga
klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan
psikomotor.
a. Domain Koginitif
Domain kognitif adalah tujuan
pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan
berfikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain
kognitif menurut Bloom terdiri dari 6 tingkatan, yaitu :
1) Pengetahuan (knowledge).
Pengetahuan adalah tingkatan
tujuan kognitif yang paling rendah. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan
untuk mengingat informasi yasng sudah dipelajari, seperti misalnya mengiangat
tokoh proklamator Indonesia.
2) Pemahaman
Pemahaman lebih tingkatannya
dari pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi
berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan
menangkap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan pemahaman ini bisa pemahaman
terjemahan, pemahaman menafsirkan, ataupun pemahaman ekstrapolasi.
3) Penerapan
Tujuan ini berhubungan dengan
kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti
teori, rumus-rumus, dalil, hukum, konsep, ide dan lain sebagainya ke dalam
situasi baru yang kongkret.
4) Analisis
Analisis adalah kemampuan
menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran ke dalam bagian-bagian atau
unsur-unsur serta hubungan antarbagian bahan itu. Analisis merupakan tujuan
pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami dan dikuasai oleh siswa
yang telah dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan. Analisis
berhubungan dengan kemampuan nalar. Oleh karena itu biasanya analisis
diperuntukkan bagi pencapaian tujuan pembelajaran untuk siswa-siswi tingkat
atas.
5) Sintesis
Sintesis adalah kemampuan
untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan yang bermakna,
seperti merumuskan tema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai
informasi yang tersedia. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis.
6) Evaluasi
Tujuan ini berkenaan dengan
kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria
tertentu.
b. Domain Afektif
Domain afektif berkenaan
dengan sikap, nilai-nilai dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang tujuan
pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya seseorang hanya akan
memiliki sikap tertentu terhadap sesuatuobjek manakala telah memiliki kemampuan
kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl, dkk. (1964), dalam bukunya Taxonomy
of Educational Objectives: Affective domain, domain afektif memilki tingkatan
yaitu:
1) Penerimaan, Penerimaan adalah sikap kesadaran atau
kepekaan seseorang terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah.
2) Merespons. Merespons atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti, kemauan untuk
menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk
membanu orang lain, dan lain sebagainya.
3) Menghargai, Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi
penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau subjek tertentu.
4) Mengorganisasi, Tujuan yang berhubungan dengan organisasi berkenaan dengan
pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan
antarnilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi
nilai, yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari auatu nilai yang telah dimiliki
dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta mengorganisasi suatu sistem
nilai, yaitu mengembangkan suatu nilai yang saling berhubungan yang konsisten
dan bulat termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
5) Karakterisasi nilai, Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi
sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai yang
dibangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta dijadikan pedoman
dalam bertindak dan berperilaku.
c. Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah
tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan seseorang. Ada enam
tingkatan yang termasuk ke dalam domain ini:
1) Gerak refleks
2) Keterampilan dasar
3) Keterampilan perseptual
4) Keterampilan fisik
5) Gerakan Keterampilan
6) Komunikasi nondiskurtif.[3]
2. Hierarkis Tujuan
Dilihat dari hierarkisnya
tujuan pendidikan terdiri atas tujuan sangat umum sampai tujuan khusus yang
bersifat spesifik dan dapat diukur. Tujuan tersebut sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan Nasional (TPN)
TPN adalah tujuan umum yang
syarat dengan muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir yang
harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga
dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan
rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
formal, informal maupun nonformal. Tujuan pendidikan umum biasanya dirumuskan
dalam bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat
suatu bangsa yang dirumuskan oleh pemerintah dalam bentuk Undang-undang.
Secara jelas tujuan
pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai pancasila dirumuskan dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2003, pasal 3, yang merumuskan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negarayang demokratis serta
bertanggungjawab.
b. Tujuan Institusional/SKL
Tujuan institusional adalah
tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain,
tujuan ini dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimilki oleh
setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu
lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk
mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap
jenjang pendidikan, seperti misalnya standar kompetensi pendidikan dasar,
menengah, kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab V Pasal 26 dijelaskan
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar Kompetensi Lulusan
pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi Lulusan
pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertuuan untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar Kompetensi Lulusan
pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan,
keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta
menerapkan ilmu, teknologi dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
c. Tujuan Kurikuler/SK
Tujuan kurikuler adalah
tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan
kurikulum dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak
didik stelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan. Pada peraturan Pemerintah pasal 6 dinyatakan bahwa
kurikulum untuk jenjang pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang
pendidikan dan menengah terdiri atas:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok mata pelajaran estetika; dan
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
d. Tujuan pembelajaran umum/Instruksional/KD
Dalam klasifikasi tujuan
pendidikan, tujuan pembelajaran merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan
pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan
dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.
Menjabarkan tujuan pembelajaran ini adalah tugas guru, oleh karena itu sebelum
guru melakukan proses belajar mengajar dia perlu merumuskan tujuan pembelajaran
yang harus dikuasai oleh anak didik stelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Ada empat komponen pokok yang harus nampak dalam rumusan indikator atau tujuan
pembelajaran sebagaimana digambarkan dalam pertanyaan berikut:
1) Siapa yang belajar atau yang diharapkan dapat mencapai
tujuan atau mencapai hasil belajar itu?
2) Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana yang
diharapkan dapat dicapai itu ?
3) Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat
ditampilkan ?
4) Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh?.
Dari keempat kriteria atau
komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran, maka sebaiknya rumusan tujuan
pembelajaran mengandung unsur ABCD, yaitu audience ( siapa yang harus memiliki kemampuan),
Behavior (perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition
(dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan
sebagai hasil belajar yang telah diperoleh), Degree (kualitas atau kuantitas
tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).[4]
Hierarki tujuan pendidikan
secara utuh dapat dilihat dalam kurikulum 1975 sampai dengan kurikulum 1975
sampai dengan kurikulum 1994 yang bersifat goal oriented; sedangkan dalam
kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum)
dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi
(SK) mata pelajaran, Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Bedanya, kalau
tujuan harus ‘dicapai” oleh peserta
didik, sedangkan Kompetensi harus “dikuasai” oleh peserta didik. Istilah
“dikuasai” mengandung implikasi yang lebih berat bagi guru dibandingkan dengan
istilah “dicapai”, karena peserta didik bukan hanya memperoleh pengetahuan
saja, tetapi harus dapat menerapkannya dengan baik, diikuti dengan sikap yang
positif.[5]
C. Pengembangan Komponen Isi/Materi
Isi atau materi
kurikulum pada hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang
dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tuuan pendidikan. Secara umum,
isi kurikulum itu dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah, berdasarkan prosedur
keilmuan, (2) Etika, yaitu pengetahuan tentang
baik-buruk, nilai, dan moral, (3) Estetika, yaitu
pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seni.
Berdasarkan
pengelompokan kurikulum tersebut, maka pengembangan isi kurikulum harus disusun
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) Mengandung bahan
kajian atau topik-topik yang dapat dipelajari peserta didik dalam proses
pembelajaran, dan (b) Berorientasi pada standar kompetensi
lulusan, standar kompetensi mata pelajaran, dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan.
Disamping
prinsip-prinsip tersebut, pengembang kurikulum hendaknya juga memperhatikan
aspek-aspek yang ada dalam isi kurikulum, yaitu
a.
Teori, yaitu seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi
yang saling berhubungan
b.
Konsep, yaitu suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan.
c.
Generalisasi, yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber
dari hasil analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian,
d.
Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
menghubungkan antara beberapa konsep,
e.
Prosedur, yaitu serangkaian langkah-langkah yang berurutan yang ada dalam
materi pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa,
f.
Fakta, yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dipandang
mempunyai kedudukan penting
g.
Contoh atau ilustrasi, yaitu sesuatu hal atau tindakan atau proses yang
bertujuan untuk memperjelas, sehingga suatu uraian atau pendapat menjadi lebih
jelas dan mudah dimengerti oleh pihak lain,
h.
Definisi, yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu
hal, suatu kata dalam garis besarnya,
i.
Istilah, yaitu kata-kata perbendeharaan yang baru dan khusus, yang
diperkenalkan dalam materi
j.
Preposisi, yaitu suatu pernyataan atau pendapat yang tidak perlu diberi
argumentasi.
Hilda Taba memberikan
kriteria untuk memilih isi atau materi kurikulum sebagai berikut:
a.
Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan
pengetahuan mutakhir
b.
Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kulturalagar peserta
didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-perubahan yang
terjadi
c.
Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman
d.
Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan
e.
Materi harus sesuai kemampuan dan pengalaman peserta didik, dan
f.
Materi harus sesuai kebutuhan dan minat peserta didik.
Pemilihan isi
kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: (a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (b) Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, (c) Bermanfaat bagi pesrerta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan
negara, baik untk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan (d) Sesuai dengan perkembangan ilmu penetahuan dan teknologi.
Dalam pengembangan isi
kurikulum, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.
Ruang lingkup (scope), merupakan cakupan kedalaman dan keluasan dari
keseluruhan materi, kegiatan dan pengalaman yang akan disampaikan kepada
peserta didik. Ruang lingkup menunjukkan apa yang dianggap paling penting untuk
disampaikan kepada peserta didik
b.
Urutan(sequence), yaitu penyusunan materi pelajaran menurut aturan dan
sistematika tertentu secara berurutan. Biasanya pengembang kurikulum berpegang
dari urutan yang mudah sampai yang sulit, dari yang seerhana sampai yang
kompleks, dari keseluruhan sampai bagian-bagian, dari dahulu hingga sekarang
(kronologis), dan dari yang konkret menuju yang abstrak
c.
Penempatan bahan (grade placement), yaitu penempatan isi atau materi
sesuai dengan tingkat perkembangannya (tingkat atau kelas) tertentu. Bentuk
organisasi ini merupakan susunan atau bentuk pengemasan materi, seperti mata
pelajaran, bidang studi, berkorelasi atau terpadu. Setiap mata pelajaran
misalnya dikembangkan menjadi beberapa pokok bahasan dan subpokok bahasan.
Pada kurikulum
pendidikan formal, pada umumnya organisasi isi atau materi kurikulum disusun
dalam bentuk mata pelajaran dan atau bidang studi yang tertuang dalam struktur
kurikulum sesuai dengan tujuan institusional masing-masing. Ada beberapa jenis
struktur kurikulum,yaitu:
a.
Pendidikan umum (general education), yaitu program pendidikan yang
bertujuan membina mahasiswa agar menjadi warga negara yang baik. Sifat
pendidikan umum ini adalah wajib diikuti oleh setiap siswa pada semua lembaga
pendidikan dan tingkatannya. Bidang studi-bidang studi yang termasuk dalam
kelompok pendidikan umum, misalnya Pendidikan Agama, PPKN, Olah Raga-Kesehatan,
Kesenian, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
b.
Pendidikan akademik (academic education), yaitu program pendidikan yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan intelektual sehingga diharapkan peserta
didik memperoleh kualifikasi pengetahuan yang profesional menurut tuntutan ilmu
masing-masing. Tujuannya adalah untuk memberikan bekal kepada lulusan agar
dapat melanjutkan studi ke lembaga yang lebih tinggi. Sifat pendidikan akademik
ini adalah permanen dan menggambarkan pola pikir menurut disiplin ilmu
masing-masing. Bidang studi yang termasuk kelompok pendidikan akademik, antara
lain IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa inggris.
c.
Pendidikan kecakapan hidup (life skill education),program pendidikan yang
bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu, sebagai bekal
peserta didik di masyarakat. Sifat pendidikan ini temporer, artinya
sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan keperluan. Demikian juga afektif,
artinya setiap peserta dapat memilih jalur keterampilan yang diinginkannya,
seperti keterampilan dibidang jasa, pertanian, perikanan, dan perbengkelan.
d.
Pendidikan kejuruan (vocational education), yaitu program yang
mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh keahlian atau pekerjaan tertentu
sesuai dengan jenis sekolah yang ditempuhnya. Pendidikan kejuruan ini lazimnya
terdapat pada sekolah-sekolah kejuruan, bukan pada sekolah umum (SMPdan SMA).
Misalnya, untuk SMK ada kelompok bidang studi ekonomi dan kelompok
bidang-bidang studi teknik. Kadar bobot setiap struktur kurikulum untuk setiap
lembaga pendidikan tidak sama, baik dalam hal jumlah jam pelajaran maupun dalam
jumlah mata pelajaran atau bidang studinya.
Selanjutnya, M.D.Gall
(1981), mengemukakan langkah-langkah pengembangan isi kurikulum sebagai
berikut: (a) Identifikasi kebutuhan, (b) Merumuskan misi kurikulum, (c) Menentukan anggaran
biaya, (d) Membentuk tim pengembang, (e) Menyusun ruang
lingkup dan ururtan bahan, (f) Menganalisis bahan, (g) Menilai bahan, (h) Mengadopsi bahan, dan
Mendistribusikan, menggunakan, dan mengawasi penggunaan bahan.[6]
[1]
Wina Sanjaya.Kurikulum dan Pembelajaran. (Jakarta:kencana.2008).hal.100
[2]
Zainal Arifin.Konsep dan model Pengembangan kurikulum.(Bandung:Rosda.2011).hal.82
[3]
Wina Sanjaya.kurikulum dan Pembelajaran.(Jakarta:kencana.2008).101-105
[4]
Ibid. hal. 107-1012
[5]
Zainal Arifin.Konsep dan Model pengembangan Kurikulum.(Bandung:
Rosda.2011). hal. 83
[6] Zainal
Arifin.Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum.(Bandung:Rosda.2011). Hal.
88-92
As reported by Stanford Medical, It's in fact the ONLY reason women in this country get to live 10 years longer and weigh 42 pounds lighter than us.
BalasHapus(And really, it really has NOTHING to do with genetics or some secret exercise and EVERYTHING about "how" they eat.)
BTW, I said "HOW", not "what"...
CLICK on this link to see if this easy test can help you release your true weight loss potential